TERUS terang, hari-hari pertama setelah saya mendirikan
MarkPlus Professional Service di Surabaya pada 1 Mei 1990, saya
gelisah. Biasanya naik Toyota Crown Salon, lantas naik Toyota Corolla.
Cicilian lagi! Baru kasih uang muka Rp 20 juta dan ngutang 24 bulan. Itu pun belum
pasti bisa bayar lunas.
Kartu nama yang semula direktur PT HM Sampoerna menjadi
MarkPlus Professional Service tanpa jabatan. Malu soalnya. Masa
ditulis direktur atau managing director, gak punya karyawan sama sekali.
Perusahaan satu orang atau one man show.... Alamatnya dari pabrik Sampoerna
di SIER ganti ke alamat rumah Taman Prapen Indah C 8.Terus terang, waktu itu saya minder setiap ditanya orang.
Mengapa kokkeluar dari Sampoerna?
Jarang sekali ada orang yang sudah menjadi direktur di
perusahaan besar mau resign kalau gak ada masalah. Tidak sedikit yang
bertanya, apakah saya di-kick out karena korupsi? Maklum, hal itu memang terjadi
lebih dari sekali pada waktu yang lalu.
Apalagi, jabatan direktur distribusi Sampoerna memang cukup
''rawan''. Penuh godaan. Para pedagang besar sering menggoda untuk
minta jatah Dji Sam Soe lebih besar untuk ''menguasai'' pasar. Sebab, Dji
Sam Soe memang tidak punya pesaing. Jadi, penguasaan suplai bisa menentukan
harga! Itulah ciri-ciri pasar monopoli.
Sedangkan di dalam situasi persaingan murni, penguasaan
salah satu brand tidak ada artinya. Alasannya, itu bisa di-substitute dengan
mudah oleh brand lain. Satu-satunya hal yang ''menghibur'' saya waktu
itu cuma adanya kebebasan pakai baju kerja dan dasi tiap hari! Terus terang, ini yang saya dambakan waktu di Sampoerna.
Sebab, waktu itu semua orang, termasuk Pak Putera Sampoerna, harus pakai
batik seragam tiap hari. Jadi gak ada kesempatan untuk pakai dasi!
Karena belum laku, kegiatan rutin satu-satunya adalah menghadiri
pertemuan mingguan Rotary Club Surabaya Rungkut. Lumayan enak sih.
Dulu, kalau hadir di meeting, saya selalu khawatir dipanggil ke kantor. Waktu
sudah tidak di Sampoerna, gak ada yang nyari lagi. Ikut pertemuan bisa
sampai habis, bahkan masih bisa ngobrol sesudah pertemuan.
Kali pertama saya hadir di pertemuan Rotary tanpa batik, teman-teman tahu bahwa saya sudah ''nekat'' keluar dari Sampoerna. Seorang Rotarian teman saya se-club yang konsultan pajak sempat bertanya apakah keputusan saya benar? Apa lagi buka konsultan di bidang marketing yang waktu itu gak dimengerti orang. Tolong diingat-ingat, waktu itu masih 1 Mei 1990, Pak Harto masih ''kuat-kuat''-nya.
Kali pertama saya hadir di pertemuan Rotary tanpa batik, teman-teman tahu bahwa saya sudah ''nekat'' keluar dari Sampoerna. Seorang Rotarian teman saya se-club yang konsultan pajak sempat bertanya apakah keputusan saya benar? Apa lagi buka konsultan di bidang marketing yang waktu itu gak dimengerti orang. Tolong diingat-ingat, waktu itu masih 1 Mei 1990, Pak Harto masih ''kuat-kuat''-nya.
KKN masih sangat menentukan kejayaan bisnis, bukan
competitiveness. Monopoli dan lobi jauh lebih menentukan daripada marketing
dan entrepreneurship! Teman saya tadi sampai bilang: ''Siapa
yang ngerti marketing? Lebih baik ganti haluan menjadi konsultan
accounting atau pajak. Pasti ada pasarnya, bahkan gede banget. Sebab, semua
orang pasti membutuhkan pembukuan dan bayar pajak!''
Tapi, saya langsung menirukan apa yang pernah dikatakan
Putera Sampoerna kepada saya. ''It is better to be a Big Fish in a Small Pond
than to be a Big Fish in a Big Pond!'' Pasar konsultasi accounting dan
tax memang besar sekali. Tapi, pemainnya sudah sangat banyak. Sudah banyak
pemain besar dan saya akan menjadi ''pecundang''.
Dji Sam Soe sendirian di pasar yang tidak besar. Saya pun
pengin MarkPlus menjadi sendirian di pasar konsultan marketing yang baru
saya ''mulai'' sendiri! Bahkan, teman saya tadi sempat meramal umur
MarkPlus hanya akan ''tiga bulan''.
Namanya aja MarkPlus, jadi pasti ''mak'' dan ''plus''!
Artinya, muncul sekarang dan mati tiga bulan lagi! Itulah yang justru
memberikan semangat saya untuk bangkit. (*)
No comments:
Post a Comment