Thursday, May 23, 2013
Wednesday, May 22, 2013
Grow with Character! (43/100) Series by Hermawan Kartajaya Bonek: Dari Surabaya ke Jakarta
MENGELOLA sebuah marketing club kepunyaan sendiri di awal 1990-an tidak
terpikirkan orang. Saya mulai mendirikan |MarkPlus Strategic Forum ketika
itu dengan pikiran untuk melakukan diferensiasi. Sekali lagi, saya tidak
hanya berteori, tapi juga mempraktikkan teori yang saya ucapkan.
Karena itu, saya sering mengatakan bahwa I am not only preaching, but also
practising.
Tapi, beberapa orang bertanya kepada saya: "Kalau Anda memang pintar,
kenapa kok tidak berbisnis sendiri?" Mereka lupa bahwa bisnis saya jauh
lebih sulit daripada bisnis orang lain. Kenapa?
Advisory business itu sangat "abstrak" karena itu amat sekali
memasarkannya. Mereka juga lupa bahwa saya waktu itu "memulai" suatu
bisnis yang belum ada kebutuhannya. Sayalah yang ikut "menciptakan"
kebutuhan itu sendiri. Lantas, sesudah "kolam ikan"-nya membesar, banyak
Belajar dari Anak Kecil
Anda pernah memperhatikan anak kecil yang sedang belajar mengenal sesuatu yang baru. Mereka akan memperhatikan dengan seksama. dilihat di raba di terwang, begitulah gambarannya. seoakan dia menjadi seorang profesor yang sedang melakukan sebuah penelitian besar.. dia tidak akan mudah menyerah atau berhenti sampai dia terpuaskan dengan rasa penasarannya itu. dia akan memegang meremas dan akan dimasukkan kemulutnya.. itulah cara dia melanpiaskan keingintahuannya akan hal hal baru.
Coba kita amati lagi anak kecil yang sedang belajar mulai berjalan. jatuh bangkit lagi jatuh lagi bangkit lagi.. bangkit lagi bangkit lagi dan lagi, tanpa ada rasa malas dan ketakutan. kita bisa bayangkan seandainya si anak ini putus asa atau menyerah, berapa banyak yang tidak bisa berjalan. semangat inilah yang seiring bertambahnya usia hilang dari diri kita, bisa karena lingkungan atau cara pendidikan kita yang tidak memberikan ruang yg lebih untuk bisa berani mencoba , bernai gagal, dan berani bangkit lagi.. dengan semangat dan keyakinan yang kuat bahwa saya pasti bisa.
Mari kita bangkitkan lagi semangat juang yang telah diberikan tuhan kepada kita sejak dari proses penciptaan, dimana kita adalah hasil perjuangan dari sebuah sel seperma yang mampu mengalahkan berjuta juta sel yang lain.. kita pun telah berjuang dan berhasil mengatasi berbagai macam tantangan mulai belajar merangkak, belajar berjalan, belajar berlari... akankah semangat yang telah tertanam pada diri kita ini akan hilang hanya karena terpengaruh oleh lingkungan? sekali lagi kita adalah manusia pilihan kita diciptakan oleh allah sebagai mahluk yang luarbiasa jangan kau merasa minder atau apa, semua memiliki potensi yang sama untuk berhasil dan jangan sampai kita meremehkan allah yang telah menciptakan diri kita.
Tuesday, May 21, 2013
Grow with Character! (42/100) Series by Hermawan Kartajaya Definisi "Orang Besar" Menurut Tan Siong Pik
PENGALAMAN saya berorganisasi sejak remaja sangat membantu dalam mengelola
MarkPlus Professional Service, terutama pada saat awal. Papa saya yang
pegawai negeri selalu menjadi contoh bagaimana dia suka beraktivitas
sosial. Kami merupakan keluarga sederhana yang tinggal di kampung
Kapasari, Gang Lima, Surabaya.
Waktu masa kecil saya juga di situ. Bahkan, sampai melahirkan Michael,
anak pertama, saya masih di kampung itu. Di kampung, kami hidup sangat
harmonis. Kalau Idul Fitri, orang-orang Tionghoa mengirimkan kue kering
sambil mengucapkan selamat. Sebaliknya, waktu Imlek, para tetangga muslim
mengirimkan kue basah kepada kami.
Sejak kecil, saya selalu didoktrin oleh Papa saya bahwa saya adalah orang
Tionghoa, tapi warga negara Indonesia, bukan warga negara Tiongkok. Juga
Monday, May 20, 2013
Grow with Character! (41/100) Series by Hermawan Kartajaya Bagaimana Pendapat Anda?
Upaya
membangun MarkPlus Professional Service yang dimulai 1 Mei 1990 memang tidak
mudah. Berbagai cara kreatif saya lakukan supaya MarkPlus bisa hidup dan maju,
terutama pada tahun-tahun pertama. Salah satu cara yang saya pakai adalah
menerbitkan buku.
Kumpulan tulisan saya di Jawa Pos, tiap Rabu selama sepuluh tahun
berturut-turut, banyak penggemarnya. Penulis lain yang diminta pak Dahlan untuk
mengisi hari-hari lain tidak ada yang selama itu. Saya pun selalu mengakhiri
tulisan saya dengan kalimat, "Bagaimana pendapat Anda?" Suatu
pertanyaan yang sebenarnya merupakan "pernyataan" keterbukaan saya.
Boleh setuju atau tidak.
Ketika saya merasa tulisan tersebut sudah cukup jumlahnya, maka saya mencari
siapa yang mau menerbitkan. Ketika itu, tidak banyak penerbit yang ada. Apalagi
tulisan orang Surabaya. Siapa yang mau mengambil risiko menerbitkannya?
Sampai akhirnya saya bertemu dengan pak Aristides Katoppo. Beliau adalah
pendiri Pustaka Sinar Harapan dan kebetulan juga mengajar di Fakultas Sosial
Politik di Universitas Indonesia. Yang diajar adalah mata kuliah Komunikasi
Pemasaran. Walaupun tinggal di Jakarta, dia tahu saya menulis tiap Rabu di Jawa
Pos Surabaya. Karena itu, dia tertarik untuk mengundang saya jadi pembicara
tamu di kelasnya di UI.
Sudah pasti kesempatan ini tidak saya sia-siakan. Saya segera mempersiapkan
diri sebaik mungkin agar bahan Marketing Plus 2000 bisa di jelaskan dengan
mudah. Lantas? Saya menggunakan contoh hidup, bagaimana melakukan komunikasi
pemasaran dengan praktis agar gampang dimengerti orang dan ditangkap maksudnya.
Waktu itu, saya menganggap punya dua macam pelanggan yang harus dipuaskan.
Pertama, mahasiswa harus puas. Ini penting supaya terjadi words of mouth.
Kedua, ya pak Tides sendiri supaya beliau dapat nilai tambah dalam kuliahnya.
Tidak boleh bersaing, tapi harus mendukung beliau.Pada akhir kuliah tamu, saya
langsung ditawari penerbitan tulisan saya jadi buku. Mission Accomplished!
Saya jadi ingat Bondan Winarno yang dulu juga punya kolom rutin tentang
manajemen bernama KIAT di majalah Tempo. Kumpulan tulisannya diterbitkan dalam
bentuk buku dan sukses. Terus terang, saya juga terinspirasi Bondan yang
sekarang jadi tokoh Maknyus untuk melakukan hal yang sama.
Nah, untuk melakukan editing tulisan-tulisan saya itu, saya minta bantuan
Sonni, bekas staf saya di Sampoerna. Ketika itu, Sonni menjabat Regional
Manager Jawa Barat di Bandung. Pada saat saya mendirikan MarkPlus, dia masih
aktif di Bandung.
Saya minta tolong kepada Sonni karena dia paling tahu konsep saya sejak kuliah
di Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga. Selain itu, Sonni sangat religius,
jujur, dan etis. Contohnya, dia langsung membeli komputer desktop seharga Rp
3,6 juta dengan cicilan untuk melakukan editing tulisan saya. Sebab, dia merasa
tidak etis kalau membantu saya secara pribadi dengan menggunakan komputer
kantor. Pekerjaan itu pun dilakukannya malam hari, after office hour.
Jarang ada orang begitu kan? Tapi itulah kenyataannya. Karena tidak punya
pengalaman editing, maka diperlukan waktu cukup lama untuk menyelesaikannya.
Buku bernama Marketing Plus dengan logo seperti perusahaan MarkPlus itu punya
ukuran saku. Maksudnya supaya kelihatan tebal dan gampang dibawa. Ternyata sukses!
Ketika itu belum ada buku Marketing yang enak dibaca seperti itu.
Penerbitan kumpulan tulisan di Jawa Pos itu akhirnya berlanjut sampai lima
seri. Mulai seri kedua, proses editing dilakukan Agus Giri dan Yatno yang juga
staf saya lulusan ITS.
Sampai sekarang, komputer desktop Sonni tetap disimpan untuk kenangan pribadi.
Ada tulisan di atas kertas yang ditempel di atasnya, "Seribu langkah besar
selalu dimulai dari Satu langkah kecil."
Bagaimana pendapat Anda? (*)
Sunday, May 19, 2013
Grow with Character! (40/100) Series by Hermawan Kartajaya Sepuluh Cara Membawa Konsep Surabaya ke Dunia
Keluhan terbesar di Indonesia
-biasanya dari pengusaha small medium enterprise- adalah bisa membuat,
tapi tidak bisa menjual. Namun, saya membuktikan, saya menulis Marketing
Plus 2000 dan saya memasarkannya. Padahal, sebagai orang Indonesia (lebih
repot lagi sebagai bonek Surabaya) yang bukan doktor dan profesor, upaya
tersebut pasti tidak gampang! Apalagi, saya tergolong VSE atau very small
enterprise ketika itu. Atau one man show plus alias perusahaan satu
orang yang dibantu beberapa orang.
If you are small, you must be creative! Itu semboyan yang selalu
saya pegang, ajarkan, dan laksanakan sendiri. Don't only complain, but
please be creative! Lantas, apa yang saya lakukan dengan Marketing Plus
2000? Ada banyak cara. Pertama, selalu konsisten memakai model yang sama
ketika memberikan ceramah ke mana-mana. Termasuk pada "kuliah umum"
di MM-UI!
Waktu itu, banyak sekali yang bertanya, menantang, bahkan sinis! Tapi, saya
tidak pernah "menyerah". Saya sudah antisipasi dulu
pertanyaan-pertanyaan kritis yang bakal timbul dan mempersiapkan jawabannya.
Friday, May 17, 2013
Grow with Character! (39/100) Series by Hermawan Kartajaya Just In Time, Bukan Just In Case
ELEMEN ketiga di dimensi value di konsep
Marketing Plus 2000 adalah process. Juga elemen kesembilan di antara
semua elemen yang terbagi dalam dimensi strategy, tactic, dan value.
Mengapa process saya ''pasang'' di value bersama service
dan brand ? Sebab, tanpa perbaikan process, service tidak
bisa improved dan akhirnya akan berakibat pada brand image.
Terus terang, saya sangat terinspirasi oleh profesor-profesor dari Wharton
School of Management yang mengaitkan process dan service. Reengineering
process for customer service! Begitu maknanya kira-kira!
Bahkan, Philip Kotler pernah menanyakan kepada saya di Moscow pada 1998,
mengapa process ''masuk'' di marketing? Jawab saya
sederhana.Percuma saja punya strategi dan taktik yang bagus kalau tidak ada the
real value creation. Brand yang kuat, buat saya, tercipta kalau mental
service ada di seluruh perusahaan. Tapi, percuma saja kalau prosesnya tidak
in line dengan kedua hal tersebut.
Ada tiga jenis proses utama yang harus diperhatikan. Satu, proses routine
delivery yang harus menjamin kepuasan pembeli atau pelanggan. Dua, proses handling
complaint yang makin penting lagi. Kalau tidak
Thursday, May 16, 2013
Grow with Character! (38/100) Series by Hermawan Kartajaya Every Business is A Service Business!
KETIKA saya menjelaskan konsep "Marketing Plus 2000"
kepada Philip Kotler di Moskow pada 1998, saya sempat ditanyai tentang Service.
Kenapa Service merupakan bagian dari value?
Sejak saya menulis konsep itu pada 1993, saya memang memisahkan Service
dari product. Ini sama dengan brand, yang harus
"keluar" dari product. Buat saya, Service punya makna
yang sangat "besar". Bukan sekadar after sales-service yang
sering menjadi satu paket dengan produk. Service seharusnya sudah
dilakukan sebelum penjualan terjadi, boleh disebut before sales-service.
Khususnya di industri B2B, para salesman "menyervis" pelanggan
lebih dulu. Mentraktir makan, mengajak karaoke atau golf. Tujuannya supaya
dapat order atau job. Philip Kotler menyebutnya sebagai LGD-marketing
atau lunch-golf-dinner marketing.
Bila juga dilakukan selama proses penjualan, hal itu bisa disebut sebagai during-the-sales
service. Tapi, yang saya maksud dengan Service di sini bukan hanya
itu. Kalau hanya itu, tidak usah dipisah dari elemen product (yang
dijual) dan selling (proses) yang keduanya ada di dimensi taktik.
Buat saya, Service harus ditulis dengan S huruf besar (Capital S).
Mengapa? Karena SERVICE harus
Wednesday, May 15, 2013
Grow with Character! (37/100) Series by Hermawan Kartajaya Brand Adalah Nama yang Bermakna!
SAYA menempatkan brand di luar product pada 1993.
Itu merupakan "keberanian" tersendiri. Waktu itu, konsep brand
masih baru populer.
Banyak orang masih menganggap brand adalah bagian dari product.
Karena itu, banyak organisasi perusahaan yang hanya punya product manager,
bukan brand manager.
Perusahaan seperti itu sebenarnya masih berorientasi pada production
atau product. Lebih mudah mengategorikan berbagai produk jadi product
lines. Bisa jadi, produk-produk menggunakan brand yang berbeda satu
sama lain. Kalaupun harus me-manage berbagai manager, seorang product
manager akan "pecah konsentrasi". Kenapa? Sebab, setiap brand
punya image sendiri yang akan diciptakan!
Jadi, kalau Anda seorang product manager yang punya berbagai brand,
Anda sama dengan seorang ibu yang mengasuh berbagai anak yang saling berbeda.
Seorang brand manager yang mempunyai berbagai produk akan lebih mudah
"memupuk kepribadian"
Monday, May 13, 2013
Grow with Character! (35/100) Series by Hermawan Kartajaya Alfabet Marketing Mix: A , B , P , V , C
BANYAK orang yang menganggap bahwa marketing adalah marketing
mix. Lebih terkenal sebagai 4P! Product, price, place, and promotion.
Banyak yang mengira 4P berasal dari Philip Kotler. Yang mulai mengatakan bahwa marketing
mix adalah 4P adalah Jerome McCarthy yang sebelumnya disebut P2CP.
Namun, Philip Kotler yang memopulerkan product, price, channel, dan promotion. Supaya gampang diingat, channel lantas disebut place. Tapi, sebenarnya, promotion juga harus diartikan sebagai komunikasi pemasaran secara luas. Bukan cuma promosi jangka pendek.
Terlepas dari semua itu, "urutan" marketing mix itu cukup logis. Produk harus ada dulu. Kalau enggak, apanya yang mau dipasarkan? Lalu dikasih harga, disalurkan, dan dipromosikan. Waktu saya merumuskan lima tahapan competitive setting, saya juga melihat adanya "pergeseran" dari bauran pemasaran ini. Dari 4A ke 4C!
Ketika situasi persaingan masih monopoli atau 2C, yang berlaku hanya 4A. Assortment, affordable,
Namun, Philip Kotler yang memopulerkan product, price, channel, dan promotion. Supaya gampang diingat, channel lantas disebut place. Tapi, sebenarnya, promotion juga harus diartikan sebagai komunikasi pemasaran secara luas. Bukan cuma promosi jangka pendek.
Terlepas dari semua itu, "urutan" marketing mix itu cukup logis. Produk harus ada dulu. Kalau enggak, apanya yang mau dipasarkan? Lalu dikasih harga, disalurkan, dan dipromosikan. Waktu saya merumuskan lima tahapan competitive setting, saya juga melihat adanya "pergeseran" dari bauran pemasaran ini. Dari 4A ke 4C!
Ketika situasi persaingan masih monopoli atau 2C, yang berlaku hanya 4A. Assortment, affordable,
Sunday, May 12, 2013
Grow with Character! (34/100) Series by Hermawan Kertajaya "Benar-Benar Beda" v "Berani Tampil Beda"
Diferensiasi merupakan elemen yang
sangat penting dari total sembilan elemen dalam "Marketing Plus
2000". Tanpa menggunakan diferensiasi, Anda bukan marketer. Marketer
sesungguhnya selalu berpikir untuk mendiferensiasikan dirinya dari orang
lain.
Selalu memikirkan apakah diferensiasinya masih "valid" dengan customer.
Selalu memikirkan apakah diferensiasinya sudah "diikuti" pesaing?
Selalu berpikir bagaimana "memperkuat" diferensiasinya. Atau, bahkan
mengubah diferensiasinya kalau diikuti pesaing.
Nah, kalau dikaitkan dengan pergeseran competitive setting dari 2C ke 4C
dalam lima tahap, diferensiasi juga begitu. Pada situasi monopoli 2C,
diferensiasi cukup yang good for company. Karena itulah, pada
Saturday, May 11, 2013
Grow With Character! (33/100) Series by Hermawan Kartajaya Kepagian Mahal, Telat Pasti Tewas!
PERNAH saya ceritakan bahwa pada waktu saya membuat Konsep
Marketing Plus 2000, ada dua bagian besar. Pertama adalah competitive
setting untuk menunjukkan bahwa situasi persaingan akan semakin keras. Dari
2C (company-customer) ketika masih era monopoli sampai akhirnya ke 4C (company-competitor-customer-change)
ketika situasi makin tidak menentu. Saat itu internet belum seperti sekarang. Facebook
dan Twitter belum lahir
Tapi, saya sudah membayangkan bahwa pada 2000 situasi persaingan 4C akan
terjadi. Pada bagian kedua, ada yang saya sebut competitive strategy
sebagai ''jawaban'' terhadap competitive setting. Jadi, sembilan elemen
yang ada di competitive strategy juga harus bergeser dari 2C ke 4C!
Padahal, masing-masing ada tiga elemen untuk strategy, tactic, dan value.
Yakni, segmentation, targeting, dan positioning (STP) untuk
strategy; differentiation, marketing mix,
Friday, May 10, 2013
Grow with Character! (28/100) Series by Hermawan Kartajaya Eat , Sleep, and Dream with Your Business!
PADA akhir 1980-an di Indonesia memang sudah terasa semakin
kencangnya "arus globalisasi". Jadi, hal itu bukan hanya karena
buku-buku dunia menulis tentang hal itu. Pak Harto sendiri yang masih
"sangat kuat" setelah berkuasa sejak 1967 memberikan sinyal itu.
"Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, siap atau tidak siap, Indonesia
akan mengalami globalisasi." Itu ucapan Pak Harto yang memotivasi untuk mendirikan
MarkPlus Professional Service pada 1 Mei 1990 di Surabaya.
Tapi, bukan cuma itu. Tiga tahun setelah pendirian, saya ulangi lagi pada Sonni, Agus Giri, dan Hartono Anwar ketika saya ajak mereka membuat Konsep Marketing Plus 2000 yang "historikal" itu. Sinyal lemah atau weak signal itu saya tangkap sebagai tanda-tanda zaman bahwa Indonesia pun sedang berubah atau Change!
Dari undangan berbicara pada saya waktu itu, juga sangat terasa bahwa berbagai perusahaan besar yang "monopoli" mulai minta topik semacam ini. Bagaimana memotivasi para karyawan untuk "mau berubah" karena para bos "merasa" bakal terjadi sesuatu di Indonesia. Inilah hebatnya para real businessman.
Ketika ada kesempatan KKN, ya diambil. Tapi, waktu sudah ada "tanda perubahan" yang masih dini,
Tapi, bukan cuma itu. Tiga tahun setelah pendirian, saya ulangi lagi pada Sonni, Agus Giri, dan Hartono Anwar ketika saya ajak mereka membuat Konsep Marketing Plus 2000 yang "historikal" itu. Sinyal lemah atau weak signal itu saya tangkap sebagai tanda-tanda zaman bahwa Indonesia pun sedang berubah atau Change!
Dari undangan berbicara pada saya waktu itu, juga sangat terasa bahwa berbagai perusahaan besar yang "monopoli" mulai minta topik semacam ini. Bagaimana memotivasi para karyawan untuk "mau berubah" karena para bos "merasa" bakal terjadi sesuatu di Indonesia. Inilah hebatnya para real businessman.
Ketika ada kesempatan KKN, ya diambil. Tapi, waktu sudah ada "tanda perubahan" yang masih dini,
Thursday, May 9, 2013
Grow with Character! (27/100) Series by Hermawan Kertajaya Keep it Simple Stupid!
Sejak dulu saya mengagumi Kehnichi
Ohmae. Dia seorang doktor, tapi juga konsultan di McKinsey. Jadi, cara
berpikirnya tidak mbulet dan complicated. Seorang konsultan dilatih untuk berpikir practical karena klien minta
sesuatu yang bisa dijalankan. Klien tidak butuh suatu penelitian yang ngawang
dan tidak menghasilkan suatu rekomendasi yang konkret. Apalagi kalau penelitian yang kemudian membutuhkan penelitian selanjutnya.
Nanti waktunya habis bikin penelitian aja tanpa ada tindakan.Itu namanya paralysis by analysis. Jadi lumpuh karena terlalu banyak
analisis!
Kehnichi Ohmae memengaruhi banyak cara berpikir saya. Please simplify the
complex thing, do not complicate the simple thing! Di dalam buku Mind of
a Strategist yang sangat memengaruhi konsep saya disebutkan TIGA C. Ohmae menulis bahwa strategi sebuah perusahaan haruslah didasarkan pada tiga
Wednesday, May 8, 2013
Grow with Character (26/100) Series by Hermawan Kartajaya Konsep Marketing Milenium Ketiga
PADA Minggu pagi saya meminta Sonni, Hartono, dan Agus Giri
datang ke Kantor MarkPlus Surabaya. Waktu itu pukul 10.00 pada 1993 di Jalan
Adityawarman 70 lantai 2. Saya meminta mereka membawa semua buku marketing
dan strategi, baik yang basic maupun advance.
Setelah semua berkumpul, saya pun menyampaikan maksud saya. ''Kamu semua akan
menjadi bagian dari sejarah karena hari ini kita berempat akan melahirkan
sebuah konsep!''
Sejak beberapa hari, saya memang sudah mengatakan tentang hal itu kepada
mereka. Selain ''tim inti tiga orang'' tadi, sebenarnya juga ada Andi Utomo, Go
Siang Chen, dan Efrulwan yang pernah bergabung untuk beberapa waktu. Mereka
bertiga adalah eks Sampoerna yang sudah mau bergabung dengan MarkPlus. Andi dan
Efrulwan sekarang sudah menjadi orang-orang hebat di Jakarta, sedangkan Go
punya kantor konsultan di Surabaya.
Balik pada ''pertemuan khusus'' pada Minggu itu, saya langsung ''memuntahkan''
apa yang ada di kepala saya
Tuesday, May 7, 2013
Grow with Character! (25/100) Series by Hermawan Kartajaya Talk the Walk, Before You Walk the Talk!
TAHUN ketiga MarkPlus Professional Service mulai ''mantap'' di
Surabaya. Selain itu, network di Jakarta sudah lumayan. Undangan pun
sudah banyak di Surabaya. Pemeo ''It is better to be a big fish in a big
pond'' jadi kenyataan di Surabaya.
Karena pasar masih kosong, MarkPlus dengan cepat menjadi market pioneer
sekaligus market leader praktis tanpa saingan. Tapi, masalahnya, pasar
masih kecil. Pak Harto pada 1993 masih sangat ''vertikal'' dan ''kuat''. Belum
banyak yang membutuhkan marketing karena perusahaan besar bukan karena
pemasaran. Tapi, itu lebih karena KKN!
Saya sadar bahwa marketing akan dibutuhkan kalau sudah ada persaingan.
Kalau mengandalkan perusahaan kecil menengah, harga menjadi terbatas. Waktu itu
pekerjaan utama saya sebagai speaker. Riset baru kecil-kecilan kalau ada
permintaan.
Konsultasi? Mana ada yang mau bayar. Paling hitungannya adalah seperti harga speaker
kalau sedang ikut
Monday, May 6, 2013
Korek Api Gas Fighter Indonesia
Kita patut bangga dengan Korek Api Gas Fighter Indonesia karena merupakan produk bangsa sendiri dan telah
membuktikan diri memiliki kualitas produk yang
handal yang di tandai dengan telah berastandar nasional (SNI). Jadi sudah tidak
ada keraguan lagi buat kita semua untuk menggunakan korek api gas fighter Indonesia
ini dalam setiap kegiatan kita sehari-hari. Di samping kualitas yang sudah
teruji produk korek api ini juga mudah di dapatkan,di seluruh wilayah indonesia
telah di buka agen penjualannya.
Berbagai
Tipe Korek Api Gas Fighter Indonesia.
Sebagai produk unggulan korek apigas fighter Indonesia di desain khusus dengan desain yang menarik dan sesuai
kebutuhan penggunanya. Sehingga pengguna tidak hanya mudah, aman dan nyaman
menggunakannya bahkan akan merasa bangga menggunakannya, berikut ini beberapa
macam tipe dari produk korek api gas
Grow with Character! (24/100) Series by Hermawan Kartajaya Creating Perception, Striving for Reality
KETIKA berkantor di Surabaya Delta Plaza (sekarang Plasa
Surabaya), saya mulai kedatangan tamu-tamu. Maklum, walaupun nunut, kantornya
cukup representatif. Datang ke kantor, mantan murid dari SMAK St Louis tempat
saya lima belas tahun mengajar. Juga mantan rekan di PT Panggung dan Sampoerna
dulu. Salah seorang rekan saya di Sampoerna yang dulu bekerja di bagian Litbang
juga datang.
Namanya Warsianto, yang bekerja di BAT sebelum di Sampoerna. Dia orang yang
sangat kreatif. Walaupun dari R & D, dia tertarik pada pemasaran. Ketika
itu, dia sudah tidak aktif lagi di Sampoerna dan mengusulkan bahkan membantu
mencarikan sebuah kantor sungguhan untuk MarkPlus Professional Service.
Akhirnya, saya pindah ke kantor sewaan di Jalan Adityawarman No 70.
Bersamaan dengan habisnya kontrak dengan Pak Budi tentang proyek Agrowisata di
Batu, Malang. Saya pun pamit kepada Pak Unang dan mengembalikan mobil Toyota
Crown Saloon.
Balik lagi, saya menggunakan Toyota Corolla yang cicilannya sudah habis, tapi
sekarang punya kantor
Sunday, May 5, 2013
Subscribe to:
Posts (Atom)