Wednesday, May 22, 2013

Grow with Character! (43/100) Series by Hermawan Kartajaya Bonek: Dari Surabaya ke Jakarta


MENGELOLA sebuah marketing club kepunyaan sendiri di awal 1990-an tidak
terpikirkan orang. Saya mulai mendirikan |MarkPlus Strategic Forum ketika
itu dengan pikiran untuk melakukan diferensiasi. Sekali lagi, saya tidak
hanya berteori, tapi juga mempraktikkan teori yang saya ucapkan.
 
Karena itu, saya sering mengatakan bahwa I am not only preaching, but also
practising.
 
Tapi, beberapa orang bertanya kepada saya: "Kalau Anda memang pintar,
kenapa kok tidak berbisnis sendiri?" Mereka lupa bahwa bisnis saya jauh
lebih sulit daripada bisnis orang lain. Kenapa?
 
Advisory business itu sangat "abstrak" karena itu amat sekali
memasarkannya. Mereka juga lupa bahwa saya waktu itu "memulai" suatu
bisnis yang belum ada kebutuhannya. Sayalah yang ikut "menciptakan"
kebutuhan itu sendiri. Lantas, sesudah "kolam ikan"-nya membesar, banyak
orang lain yang jadi pesaing! Termasuk bekas alumni MarkPlus yang dulu
"belajar" kepada saya. Tapi, justru itulah yang selalu "memicu" adrenalin
saya terus untuk menciptakan diferensiasi "baru".
 
Begitu juga Forum. Ketika saya memulainya, orang juga menertawakannya.
Bayangkan, ketika saya mengundurkan diri dari ketua AMA Surabaya,
anggotanya mendekati 400 orang dengan pertemuan bulanan rutin. Saya selalu
jadi moderator untuk pembicara dari Jakarta dengan topik yang
berganti-ganti. Kalau pembicaranya bagus, saya hanya sekadar "back up".
Tapi, kalau "lemah" dan kurang menarik, saya terpaksa harus "menutup"
kelemahannya.
 
Repotnya, dalam organisasi sosial, ada banyak orang dengan banyak
pendapat. Topiknya minta diganti terus dan tidak harus marketing-related.
 
Juga ada anggota yang minta supaya moderatornya jangan saya terus walaupun
anggota suka. "Kasih kesempatan dong pada orang lain."
 
Karena itulah, akhirnya saya bikin sendiri. Fokus di marketing dan
moderatornya saya terus. Yang penting, saya memuaskan anggota sebagai
pelanggan. Dan supaya beda dengan "talk" biasa, makanya saya namai
"strategic forum". Risikonya? Ya, anggotanya gak bisa banyak.
 
Sebagian besar orang lebih suka mendengarkan "talk" yang menghibur dan
memotivasi. Atau seminar yang memberikan "tip".
 
Sejak dulu, terinspirasi oleh model saya sendiri, saya selalu berusaha
"different".
 
Selama setahun, di Heritage Club Surabaya, MarkPlus Strategic Forum
mengundang berbagai pembicara dari Jakarta. Buat orang Surabaya, ketika
itu, bahkan sampai sekarang, semua yang dari Jakarta punya "kelas
nasional". Karena "strategic", jumlah anggota sesudah setahun hanya
berkisar enam puluh orang.
 
Saya melakukan terobosan dengan nekat pergi ke Harvard Business School!
Ikut Executive Education Program tentang "strategic marketing management"
selama dua minggu. Mahal, tapi paling tidak bisa menambal "image" saya.
Ternyata tidak semudah itu, saya diterima mengikuti program eksekutif
seperti itu.
 
Pertama daftar tidak diterima karena MarkPlus adalah perusahaan yang baru
mulai. Size-nya gurem pula. Mereka kawatir dapat "complain" dari peserta
lain yang berasal dari perusahaan multinasional. Tahun berikutnya, saya
daftar lagi, tapi kali ini "mengaku" direktur di Bogasari. Saya berterima
kasih pada Pak Herman Djuhar, bos Bogasari di Surabaya, yang mau meneken
surat keterangan saya. Ketika itu, saya sedang membantu Bogasari untuk
suatu proyek konsultasi di Surabaya dan Jakarta.
 
Setelah diterima, saya pun berangkat ke Boston untuk pertama merasakan
"udara" Harvard. Di situlah, saya merasa bahwa strategic marketing itu
bisa diajarkan secara "case method". Pada awalnya merasa "tersiksa"! Sudah
bayar mahal, disuruh baca kasus sampai malam.
 
Kalau gak baca, besoknya gak dapat "isi diskusi" dari kelas.
 
Di diskusi kelompok, peserta lain juga akan merasa rugi.
 
Kenapa? Ya, karena mereka memang saling belajar dari satu sama lain, bukan
hanya dari profesor! Payahnya, karena "listening" saya tidak kuat, saya
harus benar-benar menguasai kasus yang didiskusikan. Untuk itu, saya
sampai harus membaca kasus yang tebal-tebal itu dua-tiga kali! Supaya
besoknya bisa "menebak" apa yang sedang didiskusikan! Sudah bayar mahal,
saya gak mau rugi dong! Maklum entrepreneur, bayar sendiri gak bisa
di-reimburse!
 
Sepulang dari Harvard, saya jadi lebih "pede". Terutama kalau ketemu orang
di Jakarta.
 
Ketika itu, saya mulai sering ke Jakarta karena Bogasari. Kontrak
Sampoerna habis, saya lebih fokus ke Bogasari berkat Pak Herman Djuhar
yang memperkenalkan saya ke Pak Sudwikatmono. Saya masih ingat kata-kata
pertama Pak Dwi -sapaan Pak Sudwikatmono- yang Presdir ketika bertemu saya
di Jakarta.
 
"Saya gak ngerti, apakah di Jakarta sudah kekurangan konsultan sampai
Bogasari harus undang orang Surabaya."
 
Oh my God! Tapi, saya ndableg aja, hanya senyum-senyum dan mengatakan saya
siap membantu "sepenuh hati". Ya memang itu yang bisa saya janjikan ketika
itu. Yang penting buat saya adalah network di Jakarta.
 
Nah, ketika itu kebetulan Vivi Jericho Tham yang membantu saya di Surabaya
pindah ke Jakarta. Saya pun sudah bisa beli ruko di kompleks Duta Merlin.
Sampai sekarang, ruko "riwayat" ini saya pertahankan.
 
Dari situlah Vivi menjual Program Pelatihan Eksekutif Lima Hari
terinspirasi program Harvard yang dua minggu itu. Vivi berjuang keras
untuk menjual saya sambil merasa kasihan kepada saya. Sudah dikenal di
Surabaya, di Jakarta gak dianggap orang! Akhirnya, dengan cara "ngemis"
ada 25 peserta yang ikut program itu.
 
Tempatnya di Mercantile Athletic Club di WTC Jakarta. Seperti di Surabaya,
supaya "keren", saya masuk anggota Klab Eksekutif sekalian untuk tempat
terima tamu dan klien. Sangat sulit untuk bertemu klien di Duta Merlin,
yang dijadikan kantor dan tempat tinggal!
 
Nah, alumni program eksekutif itulah yang akhirnya saya rekrut sebagai
anggota awal dari MarkPlus Strategic Forum Jakarta! Wah, setelah tahun
ketiga, MarkPlus mulai masuk Jakarta! Bukan From Russia with Love, tapi
From Surabaya Bondo Nekad! (*)

No comments: