Monday, May 6, 2013

Grow with Character! (24/100) Series by Hermawan Kartajaya Creating Perception, Striving for Reality


KETIKA berkantor di Surabaya Delta Plaza (sekarang Plasa Surabaya), saya mulai kedatangan tamu-tamu. Maklum, walaupun nunut, kantornya cukup representatif. Datang ke kantor, mantan murid dari SMAK St Louis tempat saya lima belas tahun mengajar. Juga mantan rekan di PT Panggung dan Sampoerna dulu. Salah seorang rekan saya di Sampoerna yang dulu bekerja di bagian Litbang juga datang.

Namanya Warsianto, yang bekerja di BAT sebelum di Sampoerna. Dia orang yang sangat kreatif. Walaupun dari R & D, dia tertarik pada pemasaran. Ketika itu, dia sudah tidak aktif lagi di Sampoerna dan mengusulkan bahkan membantu mencarikan sebuah kantor sungguhan untuk MarkPlus Professional Service. Akhirnya, saya pindah ke kantor sewaan di Jalan Adityawarman No 70.

Bersamaan dengan habisnya kontrak dengan Pak Budi tentang proyek Agrowisata di Batu, Malang. Saya pun pamit kepada Pak Unang dan mengembalikan mobil Toyota Crown Saloon.

Balik lagi, saya menggunakan Toyota Corolla yang cicilannya sudah habis, tapi sekarang punya kantor sewaan sendiri. Saya nekat saja membayar Rp 30 juta sebagai sewa tiga tahun untuk sebuah kantor kecil dua tingkat. Bekas tempat praktik dokter karena pemiliknya memang seorang dokter mata.

Lega rasanya punya kantor sendiri karena bisa pasang papan nama. Kalau dulu nama MarkPlus Professional Service hanya di kartu nama, sekarang sudah bisa di papan nama! Yang penting, MarkPlus tidak "mati" setelah tiga bulan seperti diramal teman saya di Rotary Club dulu. Brand awareness meningkat dan panggilan untuk menjadi speaker mulai berdatangan dengan tarif yang fixed.

Karena Watty sudah bekerja sendiri, saya pun mulai mencari staf yang mau membantu. Tidak terlalu sulit seperti dulu. Vivi Jericho yang asal Bangka, dan kebetulan ikut "pacar" di Surabaya, membantu saya bersama Agus Giri yang asli Surabaya. Inilah dua orang pertama yang membantu saya dan sampai sekarang masih tetap ada di MarkPlus sebagai vice president.

Pak Warsianto yang mencarikan kantor pernah ikut membantu saya dan menganjurkan untuk memperluas jasa ke konsultasi. Berikutnya, Sonni yang dulu ada di Sampoerna "pegang" Jawa Barat ikut bergabung. Sebagai orang "lapangan", Sonni yang lulusan FE Unair memperkuat portofolio personalia MarkPlus.

Dialah yang nanti mengedit tulisan-tulisan saya di Jawa Pos untuk diterbitkan menjadi buku Marketing Plus: Jalur Sukses untuk Bisnis, Jalur Bisnis untuk Sukses. Diterbitkan oleh penerbit Sinar Harapan, satu-satunya penerbit yang mau menerbitkan tulisan saya. 

Sonni sekarang cukup sukses dengan "Air Mata Kucing"-nya yang sudah di-franchise ke mana-mana. Dan, Warsianto sukses meluncurkan Class Mild! Dua challenger brand yang cukup bisa mendapat posisi bagus di tengah pesaing-pesaing besar!

Belakangan Hartono Anwar yang lulusan ITS, mantan mahasiswa teman saya, Pak Kresnayana Yahya, ikut bergabung ketika saya berpikir juga mau masuk ke research. Hartono sekarang punya perusahaan riset sendiri.

Walaupun kantor mulai kelihatan ramai, kayak kantor "sungguhan", saya merasa ada yang kurang. Karena itu, ketika ada tawaran untuk mengurusi card promotion representative atau CPR dari Citibank, saya terima saja. Saya masih ingat waktu itu, Enny Hardjanto baru direkrut dari Unilever masuk Citibank. Dan, Citibank baru masuk Surabaya! Kepala cabangnya Pak Irman Tandjung, sekarang direktur di BTN. 

Sebagai multinasional, Citibank tidak mau repot. Mereka menunjuk MarkPlus sebagai "agen" pencari aplikasi kartu kredit based on commission. Citibank juga tidak mau repot me-manage para CPR yang freelance itu. Saya suka menjadi mitra mereka karena tiga hal, paling tidak.

Pertama, bisa belajar "memasarkan kartu kredit" dari Citibank. Waktu itu kan Citibank lagi sangat berjaya dengan kartu kreditnya. Kedua, bisa co-branding dengan Citibank. Jadi, di kartu nama MarkPlus, saya bisa mencantumkan logo Citibank. Juga papan nama Citibank kecil bisa dipasang di Adityawarman 70 supaya lebih keren. Ketiga, supaya kantor saya lebih "hidup".

Banyak orang yang masuk keluar kantor, karena para CPR memang harus melapor ke kantor pagi dan sore. Masih ada bonusnya, kita jadi punya akses ke database pemohon kartu kredit walaupun mereka belum tentu target market saya.

Saya pun menawarkan diri untuk meng-upgrade para CPR, baik yang dari MarkPlus maupun mitra Citibank yang lain secara gratis. Pelatihan dilakukan di kantor Citibank Surabaya, supaya bisa masuk CV bahwa saya pernah mengajar di sana. Sekalian supaya kenal lebih dekat dengan Enny Hardjanto dan Irman Tandjung!

Nah, setelah kontrak satu tahun dengan Sampoerna habis, saya bertekad untuk tidak minta perpanjangan. Malu dan sekaligus manja! Saya bertekad sudah harus bisa hidup tanpa captive market yang didapat kolusi. Selama satu tahun pertama itu, saya juga sudah dapat kesempatan meluaskan network keluar Surabaya, terutama Jakarta.

Walaupun masih tinggal di Surabaya, saya mulai bisa jadi salah seorang ketua AMA Pusat di Jakarta. Ini penting untuk menimbulkan National Image. Masih ingat ketika Jawa Pos pasang billboard besar "Koran Nasional yang Terbit dari Surabaya". Kata Dahlan Iskan, itu untuk memberikan kebanggaan bagi orang Surabaya! Saya pun mencoba begitu.

Karena itu, memasuki tahun ketiga, tulisan-tulisan saya di kolom Rabu Jawa Pos, mulai lebih banyak menulis tentang kasus-kasus marketing Jakarta. Itulah usaha repositioning saya yang pertama setelah merasa "lumayan kuat" di Surabaya dan Jawa Timur.

Bersamaan dengan repositioning Jawa Pos yang sudah makin kuat di Surabaya dan Jawa Timur juga. Pelajarannya?

Anda harus meng-create persepsi, tapi harus berjuang untuk mewujudkan persepsi itu jadi sebuah realitas. Supaya jangan cuma jadi persepsi kosong! (*)

No comments: