Upaya
membangun MarkPlus Professional Service yang dimulai 1 Mei 1990 memang tidak
mudah. Berbagai cara kreatif saya lakukan supaya MarkPlus bisa hidup dan maju,
terutama pada tahun-tahun pertama. Salah satu cara yang saya pakai adalah
menerbitkan buku.
Kumpulan tulisan saya di Jawa Pos, tiap Rabu selama sepuluh tahun
berturut-turut, banyak penggemarnya. Penulis lain yang diminta pak Dahlan untuk
mengisi hari-hari lain tidak ada yang selama itu. Saya pun selalu mengakhiri
tulisan saya dengan kalimat, "Bagaimana pendapat Anda?" Suatu
pertanyaan yang sebenarnya merupakan "pernyataan" keterbukaan saya.
Boleh setuju atau tidak.
Ketika saya merasa tulisan tersebut sudah cukup jumlahnya, maka saya mencari
siapa yang mau menerbitkan. Ketika itu, tidak banyak penerbit yang ada. Apalagi
tulisan orang Surabaya. Siapa yang mau mengambil risiko menerbitkannya?
Sampai akhirnya saya bertemu dengan pak Aristides Katoppo. Beliau adalah
pendiri Pustaka Sinar Harapan dan kebetulan juga mengajar di Fakultas Sosial
Politik di Universitas Indonesia. Yang diajar adalah mata kuliah Komunikasi
Pemasaran. Walaupun tinggal di Jakarta, dia tahu saya menulis tiap Rabu di Jawa
Pos Surabaya. Karena itu, dia tertarik untuk mengundang saya jadi pembicara
tamu di kelasnya di UI.
Sudah pasti kesempatan ini tidak saya sia-siakan. Saya segera mempersiapkan
diri sebaik mungkin agar bahan Marketing Plus 2000 bisa di jelaskan dengan
mudah. Lantas? Saya menggunakan contoh hidup, bagaimana melakukan komunikasi
pemasaran dengan praktis agar gampang dimengerti orang dan ditangkap maksudnya.
Waktu itu, saya menganggap punya dua macam pelanggan yang harus dipuaskan.
Pertama, mahasiswa harus puas. Ini penting supaya terjadi words of mouth.
Kedua, ya pak Tides sendiri supaya beliau dapat nilai tambah dalam kuliahnya.
Tidak boleh bersaing, tapi harus mendukung beliau.Pada akhir kuliah tamu, saya
langsung ditawari penerbitan tulisan saya jadi buku. Mission Accomplished!
Saya jadi ingat Bondan Winarno yang dulu juga punya kolom rutin tentang
manajemen bernama KIAT di majalah Tempo. Kumpulan tulisannya diterbitkan dalam
bentuk buku dan sukses. Terus terang, saya juga terinspirasi Bondan yang
sekarang jadi tokoh Maknyus untuk melakukan hal yang sama.
Nah, untuk melakukan editing tulisan-tulisan saya itu, saya minta bantuan
Sonni, bekas staf saya di Sampoerna. Ketika itu, Sonni menjabat Regional
Manager Jawa Barat di Bandung. Pada saat saya mendirikan MarkPlus, dia masih
aktif di Bandung.
Saya minta tolong kepada Sonni karena dia paling tahu konsep saya sejak kuliah
di Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga. Selain itu, Sonni sangat religius,
jujur, dan etis. Contohnya, dia langsung membeli komputer desktop seharga Rp
3,6 juta dengan cicilan untuk melakukan editing tulisan saya. Sebab, dia merasa
tidak etis kalau membantu saya secara pribadi dengan menggunakan komputer
kantor. Pekerjaan itu pun dilakukannya malam hari, after office hour.
Jarang ada orang begitu kan? Tapi itulah kenyataannya. Karena tidak punya
pengalaman editing, maka diperlukan waktu cukup lama untuk menyelesaikannya.
Buku bernama Marketing Plus dengan logo seperti perusahaan MarkPlus itu punya
ukuran saku. Maksudnya supaya kelihatan tebal dan gampang dibawa. Ternyata sukses!
Ketika itu belum ada buku Marketing yang enak dibaca seperti itu.
Penerbitan kumpulan tulisan di Jawa Pos itu akhirnya berlanjut sampai lima
seri. Mulai seri kedua, proses editing dilakukan Agus Giri dan Yatno yang juga
staf saya lulusan ITS.
Sampai sekarang, komputer desktop Sonni tetap disimpan untuk kenangan pribadi.
Ada tulisan di atas kertas yang ditempel di atasnya, "Seribu langkah besar
selalu dimulai dari Satu langkah kecil."
Bagaimana pendapat Anda? (*)
No comments:
Post a Comment