KHUSUS tentang yang satu ini, saya punya catatan tersendiri.
Ketika itu, lebih dari dua puluh tahun lalu, semua orang di Sampoerna dibikin
bingung dengan ide tersebut. Hah...? Perusahaan rokok kretek nomor empat bikin
Marching Band? Ini ide kelewat "edan" kan? Tidak terpikirkan dan
terbayangkan oleh semua orang ketika Pak Putera mem-brief tentang hal
itu. Jumlah pemain harus 234 orang! Dji Sam Soe kan?
Semuanya harus karyawan pelinting rokok! Padahal waktu itu yang paling terkenal
adalah Drum Band AAL di Surabaya. Akademi Angkatan Laut, yang pemainnya para
kadet. Gagah, muda dan cekatan. Kalau di Jakarta, yang terkenal, waktu itu Drum
Band Tarakanita. Yang main cewek ayu-ayu dan masih muda juga.
Jadi, ketika itu kami semua bingung dan nggak bisa membayangkan bagaimana
para pelinting rokok yang tradisional itu bisa di-"transformasi"
menjadi pemain Marching Band. Tapi kenyataannya bisa!
Para pelatih dari Amerika didampingi asisten mereka yang orang Indonesia
ternyata bisa mendisiplinkan mereka. Latihannya harus sesudah jam kerja,
tentunya dengan uang lembur.
Karyawan sebuah pabrik rokok yang biasanya dibayar berdasarkan kuantitas batang
rokok yang dilinting, malah dibayar lembur untuk sekadar latihan baris-berbaris
dan main musik! Sudah keluar dari "pakem", kata orang! Selain itu,
juga diundanglah para penata tari kelas satu dari Indonesia untuk mempersiapkan
"float" Indonesia
Di Pasadena, sebuah kota kecil di California, setiap tahun memang ada Rose Bowl
pada 1 Januari. Pada hari tahun baru itu, ada "grand final" football
Amerika di antara dua tim yang selalu ditunggu-tunggu orang. Karena itu, wali
kotanya juga sekalian membuat yang namanya Rose Parade. Sebuah parade tahunan
yang diikuti banyak tim Marching Band beserta Float-nya!
Float itu, mobil berjalan yang berada di belakang Marching Band, biasanya
menampilkan berbagai atraksi. Sebagian besar peserta Rose Parade adalah tim
lokal. Waktu itu, Sampoerna keluar dengan Float dan Marching Band Indonesia
bersama beberapa peserta internasional lain. Karena itulah, beberapa orang
penata tari direkrut untuk mengajari beberapa pelinting untuk jadi penari!
Untuk mendapatkan "tiket" Rose Parade, tentu Sampoerna mesti kerja
keras. Melobi penyelenggara, melobi Deplu juga. Supaya bisa
"mewakili" Indonesia. Sebuah pekerjaan yang amat rumit, melelahkan,
dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan promosi rokok!
Sementara GG, Djarum, dan Bentoel sibuk bersaing dalam periklanan konvensional,
Sampoerna justru keluar Satu Juta Dolar Amerika untuk membentuk Marching Band
pelinting rokok! Kemudian, masih diperlukan satu juta USD lagi untuk
"memberangkatkan" rombongan tersebut ke Amerika.
Selain main di Rose Bowl, Marching Band ini juga masuk Disneyland di Annaheim
dan beberapa tempat lain di California. Karena itu, ada tim tersendiri untuk
mengatasi "cultural shock" para pelinting rokok itu.
Di Rose Parade, tim Sampoerna Indonesia mendapatkan salah satu Award. Bisa
memang bagus, bisa juga karena diplomatis. Tapi yang jelas, saya terkagum-kagum
melihat para pelinting rokok Sampoerna pakai rok mini, stocking, pakai topi,
dan main drum band.
Wali Kota Los Angeles Tom Bradley sangat berterima kasih atas keikutsertaan
Indonesia untuk kali pertama, karena itu sempat men-declare tanggal 30
Desember 1989 sebagai Indonesia Day.
Saya ikut acara itu di City Hall, termasuk pengibaran bendera merah putih.
Setelah pulang dari Amerika, Marching Band dimainkan di beberapa kota
Indonesia. Bukan cuma Surabaya, tapi juga Jakarta, Bandung, dan
lain-lain.Uniknya, Marching Band ini juga main di kota kompetitor seperti
Kediri, Kudus, dan Malang!
Lantas apa maksud semua ini? Bagaimana perhitungan Return of Investment-nya?
Pemberitaan besar-besaran oleh media di Indonesia luar biasa! Saya pun ikut
menulis "pandangan mata" tiap hari dari California ke Jawa Pos
saban hari selama dua minggu.
Rakyat Indonesia pun ikut bangga dan merasa bersyukur pada Sampoerna. Sebuah Corporate
Brand yang tadinya jauh kalah populer dari Product Brand Dji Sam Soe
menjadi langsung mencuat awareness-nya.
Bukan cuma itu. Corporate Brand "association" pun langsung terbentuk
secara positif sebagai sebuah perusahaan yang nasionalis. Apalagi, kebetulan
kretek kan memang "lambang" Indonesia. Itu karena cengkih adanya
paling banyak ya di Indonesia. Kan orang Marketing mesti pintar main
"ilmu gathuk"?
Belakangan, kami semua yang di Sampoerna baru "ngeh" bahwa inilah
cara efektif untuk membangun sebuah Corporate Brand. Tapi, kenapa itu perlu?
Ya, karena Sampoerna punya rencana go public!
Waktu Gudang Garam sebagai market leader go public sebelum Sampoerna,
sahamnya laku keras. Itu disebabkan, investor percaya akan keperkasaan Gudang
Garam sebagai pemimpin pasar dalam menciptakan profit jangka panjang.
Apalagi, kebetulan nama corporate dan produc- nya sama. Waktu itu
Pak Putera mengatakan pada saya, "Sampoerna is a good name. It means
'perfect'. It is the best compared to our competitors. Unfortunately, nobody
knew it!" Sedangkan Dji Sam Soe yang sudah sangat terkenal nggak bisa
di "jual" sebagai Corporate Brand. Karena itu, tidak ada jalan lain,
kecuali membuat Sampoerna yang kebetulan juga terdiri atas sembilan ( 2+3+4=9 )
huruf dibikin terkenal!
Namun, orang tidak otomatis akan membeli saham Sampoerna, seperti Gudang Garam,
karena jumlah produk yang dijual baru peringkat keempat. Karena situasinya beda
dan sangat "disadvantage" untuk Sampoerna, harus ada cara yang
superkreatif!
Waktu itu penjualan produk-produk Sampoerna juga naik, walaupun tidak
signifikan, ketika berita Marching Band ke mana-mana. Jadi, Marching Band ini
bisa kena kepada tiga stakeholder utama Sampoerna, yaitu: people (pelinting),
customer (pelanggan), dan investor (pembeli saham IPO ).
Super Kreatif, Super Smart dan Super Efektif.
Kenapa?
Sebab, belum tentu dengan keluar biaya yang sama, dua juta USD, Sampoerna bisa
mencapai hasil seperti itu dengan cara komunikasi yang konvensional. Ini semua
saya ingat-ingat ketika saya akan mulai MarkPlus Professional Service di
Surabaya pada 1 Mei 1990. (*)
No comments:
Post a Comment