SAMBIL menata distribusi dan membangun corporate brand, ketika
itu Putera Sampoerna menyiapkan produk baru. Benar-benar baru! Karena dia
percaya, tanpa produk baru yang bisa mendampingi Dji Sam Soe, Sampoerna tidak
akan bisa naik peringkat. Bukankah di BCG Matrix, juga digambarkan bahwa ada
empat macam produk dalam portofolio suatu perusahaan. Dji Sam Soe jelas cash
cow, bahkan solid cash cow.
Dengan margin yang begitu tinggi berkat loyalitas pelanggan, bahkan sampai sekarang, sudah seharusnya profit dipakai untuk mengembangkan produk baru. Takutnya, sejalan dengan model product life cycle, pada suatu ketika Dji Sam Soe pun akan jadi "dog". Masih menghasilkan margin tapi sudah semakin menurun.
Pada saat ini, Anda melihat usaha mati-matian untuk mempertahankan Dji Sam Soe sebagai the real kretek dengan membungkus batangnya satu-satu supaya kualitas produk "tetap fresh". Dji Sam Soe Premium
adalah suatu upaya mengembalikan produk ini jadi "star" kembali di segmen loyal customernya. Seperti Mercy yang membuat model S Class. Sedangkan Dji Sam Soe filter kayaknya dipakai menahan supaya brand legendaris ini tidak cepat jadi "dog".
Lihat saja, Mercy juga meluncurkan berbagai variasi produk sporty untuk
memperluas segmen, sehingga bisa menampung segmen baru. Yaitu, orang yang sudah
punya banyak Mercy Klasik, tapi mau punya produk lain untuk special occasion.
Atau bisa beli untuk anaknya yang masih lebih muda usia yang mau kelihatan tua.
Atau bahkan untuk orang yang mau "naik kelas" pula.
Tapi masalah tidak akan selesai, kalau Anda hanya "berkutat" di Cash
Cow, Dog dan Star! Situasi persaingan yang berubah karena adanya teknologi baru
dan perubahan perilaku konsumen akan "membunuh" sebuah perusahaan
kalau tidak ada produk question mark! Namanya saja sudah begitu, artinya
tidak ada jaminan produk baru itu akan jadi "star" untuk selanjutnya
jadi cash cow.
Definisi produk baru itu sendiri memang ranging dari product
repackaging di tingkat yang paling gampang sampai new to the world
yang paling berisiko. Semuanya tentu saja question mark karena tidak ada
jaminan akan sukses. Dalam hal ini, Putera Sampoerna memutuskan untuk mengambil
risiko yang paling besar. New to the World!
Ketika itu, pada akhir dekade delapan puluhan, para perokok seolah
terpolarisasi menjadi dua. Di ujung kiri yang "ekstrem perokok"
adalah para penggemar Dji Sam Soe yang bahkan sangat "percaya" pada
tulisan yang ada di bungkusnya. Apa itu? Kalau Anda batuk dan isep ini rokok,
maka batuk Anda akan sembuh... Begitu kira-kira bunyinya... Bahkan, ada yang
bilang Dji Sam Soe itu "rokok herbal" jadi memang menyembuhkan...
Hebat ya...
Namun, di ujung kanan yang juga "ekstrem" yaitu smokers who don't
know how to smoke. Hanya untuk "bergaya" atau ikut
"arus". Waktu itu disebut sebagai "lifestyle segment". Di
dalamnya termasuk wanita urban dan modern yang kepingin looks chic.
Mereka suka rokok yang ringan, tidak bikin batuk, lebih kecil tapi lebih
panjang, aromanya enak dan bungkusnya tidak "kampungan". Di segmen
ini, semuanya pakai filter dan rajanya ketika itu Marlboro.Walaupun tidak
pernah bisa besar di Indonesia, brand dunia ini banyak memberi
"inspirasi" pada anak muda, eksekutif dan wanita ketika itu.
Di tengah-tengah kedua ekstrem itu adalah pasar yang paling besar, yaitu rokok
kretek filter. Jagonya tentu saja, waktu itu GG Surya dan International serta
Djarum Super. Sampoerna memutuskan tidak "masuk" pasar tengah yang
besar tapi kompetitif, tapi justru masuk pasar "niche" di kanan! Kan
Dji Sam Soe sudah di kiri.
Nekat memang, tapi itulah visi seorang entreperenur sejati Pak Putera. Rokoknya
inovatif, nasionalis karena tetap kretek. Targetnya waktu itu bisa menggeser
Marlboro yang rokok putih berfilter. Sedangkan "A" adalah salah satu family
brand yang sudah dipunyai Sampoerna waktu itu. Ada produk yang disebut
Sampoerna A yang tidak sesukses Dji Sam Soe.Putera Sampoerna ketika itu minta supaya ada upaya keras supaya para eksekutif
dan anak muda tidak malu menunjukkan A Mild. Harus bangga!
Waktu diluncurkan pertama kali, A Mild dianggap "rokok banci". Kretek
yang tidak terasa kreteknya. Kampanye pertama juga gak terlalu berhasil, karena
pesan yang ingin disampaikan tidak jelas. Rokok masa depan yang merupakan konsep
pertama memang kurang dimengerti orang. Tapi, begitu iklan "Low Tar Low
Nicotine" mulai keluar, orang jadi mulai mengerti.
Produk selanjutnya dikembangkan dengan A Mild Menthol yang ada nuansa hijau,
khusus untuk wanita. Karena segmen ini mengalami growth yang besar,
terutama sebagai lifestyle smoker. Itu semua juga masih tetap konsisten
dengan Corporate Branding Sampoerna: Rokok Tembakau,bukan Rokok Saus!
Ketika saya mulai mendirikan MarkPlus Professional Service di Surabaya 1 Mei
1990, A Mild masih sedang berjuang menemukan jati dirinya. Tapi, saya memang
percaya penuh bahwa Question Mark Product ini akan jadi star dan
akhirnya cash cow kedua mendampingi Dji Sam Soe. (*)
No comments:
Post a Comment