TAHUN pertama MarkPlus
Professional Service bisa dilalui dengan tenang berkat adanya job
"pelaris" dari Sampoerna. Saya menggunakan "masa tenang"
itu untuk memperluas network, dengan berusaha aktif di organisasi nonprofit
sebanyak mungkin. Yang relevan tentu saja.
Rotary Club (RC)
penting, karena di situlah berkumpul orang-orang "kelas atas". Karena
itulah, saya pun mengambil inisiatif untuk membentuk Rotary Club Surabaya
Metropolitan. Saya nekat saja jadi chartered president, artinya ketua pendiri.
Saya perlu setengah
tahun untuk persiapan sebuah RC baru sebagai "anak" dari RC Surabaya
Rungkut. Waktu di Rungkut, saya sempat diberi Paul Harris Fellow Medal oleh
teman-teman di sana. Mungkin karena dianggap menghasilkan profit waktu
berseminar dengan Pak Ciputra. Karena itu pula, teman-teman jadi percaya ketika
saya ingin mendirikan sebuah RC baru.
Kesukaan saya
berorganisasi sejak kecil cukup menunjang pada waktu mempersiapkan sebuah RC
baru. Tempat pertemuan saya tentukan di Heritage Club, sebuah klub eksekutif
"termahal" ketika itu. Ini supaya j
adi elite dan berbeda dari yang lain. Saya pun mengundang banyak teman dari perusahaan besar, juga konjen Amerika di Surabaya sebagai chartered members atau anggota pendiri.
adi elite dan berbeda dari yang lain. Saya pun mengundang banyak teman dari perusahaan besar, juga konjen Amerika di Surabaya sebagai chartered members atau anggota pendiri.
Benar-benar capai,
sebenarnya bekerja sebagai President RC baru selama setahun. Tapi cukup lega,
karena bisa membidani sebuah RC baru. Ketika akhirnya pindah ke Jakarta, saya
tidak mampu lagi aktif di RC yang punya meeting mingguan itu. Tapi, sekarang
saya bersyukur bahwa teman-teman saya, walaupun tidak banyak, masih
mempertahankan aktivitas RC Surabaya Metropolitan. Bahkan, pada saat ini,
Governor RC Indonesia berasal dari RC Surabaya Metropolitan.
Selain RC, saya ikut
mendirikan AMA Indonesia atau Asosiasi Manager Indonesia bersama teman Jakarta.
Ini sempalan IMC atau Indonesia Manager Club. Ketika jadi ketua AMA Surabaya,
saya berhasil membuat organisasi ini punya anggota sampai 400 orang dengan
pertemuan rutin bulanan.
Usaha ber-network tidak
cukup sampai di situ. Saya pun membantu Yayasan Bhakti Persatuan semacam
Yayasan Prasetya Mulia di Jakarta. Tempat berkumpulnya bos-bos besar di
Surabaya. Di sinilah saya bertemu dengan Alim Markus bos Maspion, Herman Djuhar
bos Bogasari, Willy Walla bos Wismilak, Alim Sutrisno bos Dharmala, dan
lain-lain. Saya menyediakan diri jadi sekretaris untuk aktivitas yayasan.
Terus terang, tidak
mudah buat orang seperti saya, sebagai eks profesional yang baru buka
"warung sendiri", berkumpul dengan the real boss. Harus menahan
perasaan, kadang-kadang. Maklum, tingkatan strata saya "di bawah"
bos-bos itu.
Kartu nama MarkPlus
dengan logo sembilan huruf yang saya pikir membawa rezeki itu ternyata tidak
berarti apa-apa. Saya tahu diri, karena itu nggak berani menulis jabatan apa
pun. Toh percuma, kalau ditulis direktur atau President Director atau bahkan
CEO! Bisa-bisa diketawain orang.
Namun, semuanya harus
dijalani dengan semangat membaja. Kalau sudah merasa "tersinggung",
saya jadi ingat Pak Dahlan Iskan yang nggak pernah minder kepada siapa pun
sejak pertama. Kalau mulai agak loyo, saya ingat cerita Pak Ciputra yang berani
"menantang" gubernur DKI untuk bikin proyek Ancol, walaupun baru
lulus dari ITB. Itulah perlunya Anda punya "role model" yang terdiri
atas orang-orang yang benar!
Di Rotary Club saya
ber-network dengan sistem "kelas dunia". Di AMA Indonesia saya
ber-network sambil terus meningkatkan kreativitas berorganisasi. Sedangkan di
Yayasan Bhakti Persatuan, saya ber-network untuk mengerti jalan pikiran the
real boss. Semua itu saya perlukan untuk terus membangun MarkPlus yang masih
one man show waktu itu.
Pelajarannya? Network,
network, dan network!
Untuk apa? Melakukan
terobosan vertikal! (*
No comments:
Post a Comment