SELAIN aktif di berbagai organisasi nonprofit untuk mengembangkan network,
saya juga aktif membantu Pemerintah Daerah Jawa Timur. Sejak bekerja di
Sampoerna, berkat Pak Alim Sutrisno yang bos Dharmala, saya jadi kenal Gubernur
Jawa Timur waktu itu, Sularso.
Saya sempat beberapa kali ikut kunjungan kerja beliau ke luar negeri mewakili
Sampoerna. Di situlah saya sering bertemu dengan berbagai pengusaha yang sering
ikut kunjungan gubernur. Mereka sering diajak gubernur keluar negeri untuk
dipertemukan dengan pengusaha luar negeri.
Diharapkan, pengusaha luar akan lebih mau investasi di Jawa Timur karena sudah
kenal calon partnernya. Jadi, walaupun waktu itu belum ada gerakan
besar-besaran untuk menarik investasi, Pak Sularso sudah getol melakukan itu.
Selain itu, saya melihat bagaimana gubernur berusaha menjadi salesman bagi
produk-produk Indonesia
keluar negeri. Maspion, yang waktu itu sudah ekspor ke berbagai negara, juga ikut mendukung misi gubernur.
keluar negeri. Maspion, yang waktu itu sudah ekspor ke berbagai negara, juga ikut mendukung misi gubernur.
Saya masih ingat, setiap keluar negeri, Gubernur Sularso juga getol memasarkan
Bromo. Tourism Marketing! Belakangan, saya baru mengerti bahwa yang
dilakukan waktu itu kini disebut Place Marketing! Memasarkan suatu
kawasan. Bisa negara, provinsi, kota atau bahkan realestat.
Biasanya place marketing memang meliputi TTI Marketing atau trade,
tourism, and investment marketing. Memasarkan perdagangan, pariwisata, dan
investasi. Sekarang TTI diubah jadi tourism, trade, and investment!
Menurut saya itu lebih pas.
Kenapa? Karena tourism paling praktis dan simpel. Turis tidak menanggung
risiko ketika mengunjungi suatu tempat. Selanjutnya memang perdagangan, karena
risikonya lebih besar. Meyakinkan importer untuk membeli barang dari suatu
wilayah tidak gampang. Ada risiko kualitas produk tidak sama dengan sampelnya.
Ada risiko penerimaan produk terlambat dari jadwal yang dijanjikan. Ada risiko
produk ilegal dan sebagainya!
Yang paling susah pasti investasi atau penanaman modal. Waktu itu, Gubernur
Sularso memerintahkan kepada jajaran BKPM untuk memberikan red carpet
kepada para investor.
Tapi, itu pun susah, apalagi zaman itu. Pengusaha luar takut peraturan kita
berubah-ubah. Takut kalau pekerja Jawa Timur tidak kooperatif dan susah diatur.
Belum lagi mereka khawatir akan disiplin kita sehingga produksi tidak lancar
atau menghasilkan produk yang kualitasnya tidak standar.
Gubernur Sularso percaya akan Jatim Incorporated atau kerja sama pemerintah dan
swasta. Banyak proyek inisiatif pemda yang diminta dikerjakan swasta. Dengan
demikian, risiko usahanya pindah ke swasta. Selain itu, tidak usah mengganggu
APBD yang tidak besar. Karena itu, saya juga diangkat jadi ketua Yayasan
Promosi Pariwisata Jawa Timur. Kerjanya mengoordinasikan semua pemkab dan
pemkot untuk memfokuskan upaya pemasaran pariwisata Jawa Timur. Selain itu,
saya pernah diangkat jadi wakil ketua Badan Promosi Investasi Jawa Timur.
Ketuanya adalah ketua BKPMD Jawa Timur.
Dengan membantu pemda, saya terlibat juga dalam hubungan Sister Province Jatim
dan Perfecture Osaka, Jepang. Hubungan kerja sama antardua pemda itu sebenarnya
merupakan upaya memasarkan Jatim di Osaka dan memasarkan Osaka di Jatim.
Bagi saya semua hal sebenarnya bisa dilihat dari kaca mata marketing.
Bahkan, saya melihat para pengusaha yang ikut rombongan gubernur itu pun me-marketing-kan
dirinya. Sebelum memasarkan produk atau perusahaannya, seorang pengusaha
biasanya pintar memasarkan diri. Sebagai orang yang siap menjadi partner yang reliable!
Memasarkan diri sebagai partner yang tahu situasi lokal. Yang bisa dipercaya!
Yang punya akses ke mana-mana. Yang siap inves juga dan menanggung rugi kalau
bisnisnya gagal.
Bahkan, saya masih ingat, ketika itu, bos Maspion Ali Markus selalu membagikan
kartu nama yang berlapiskan emas! "This is my Gold Card! I am ready to
be your partner". Itulah selalu kata-kata yang diucapkan Pak Alim
kalau memulai pidato di depan para pengusaha luar negeri.
Alim Markus selalu membanggakan diri sebagai orang yang bukan lulusan sekolah
tinggi, tapi cukup sukses di dunia usaha. Saya bahkan pernah diajak keliling
pabriknya dengan disetiri sendiri pakai mobilnya. Sedangkan pengusaha lain
kebanyakan tidak pintar pidato, tapi pintar "memasarkan" diri lewat
cara lain.
Memang, seperti kata sebuah buku: "Marketing is everything, everything
is marketing". Produk, jasa, wilayah, pariwisata, perdagangan,
investasi, orang, bahkan ide bisa di-marketing-kan. Seolah ada
"benang merah" di antara semua itu.
Pengalaman saya membantu pemda memberikan banyak pencerahan tentang marketing
yang akhirnya makin membulatkan tekad saya untuk membuat konsep marketing
sendiri. Terutama setelah melihat banyak kasus yang berbagai macam. Bukan hanya
marketing yang ada di perusahaan. (*)
No comments:
Post a Comment