PADA Minggu pagi saya meminta Sonni, Hartono, dan Agus Giri
datang ke Kantor MarkPlus Surabaya. Waktu itu pukul 10.00 pada 1993 di Jalan
Adityawarman 70 lantai 2. Saya meminta mereka membawa semua buku marketing
dan strategi, baik yang basic maupun advance.
Setelah semua berkumpul, saya pun menyampaikan maksud saya. ''Kamu semua akan
menjadi bagian dari sejarah karena hari ini kita berempat akan melahirkan
sebuah konsep!''
Sejak beberapa hari, saya memang sudah mengatakan tentang hal itu kepada
mereka. Selain ''tim inti tiga orang'' tadi, sebenarnya juga ada Andi Utomo, Go
Siang Chen, dan Efrulwan yang pernah bergabung untuk beberapa waktu. Mereka
bertiga adalah eks Sampoerna yang sudah mau bergabung dengan MarkPlus. Andi dan
Efrulwan sekarang sudah menjadi orang-orang hebat di Jakarta, sedangkan Go
punya kantor konsultan di Surabaya.
Balik pada ''pertemuan khusus'' pada Minggu itu, saya langsung ''memuntahkan''
apa yang ada di kepala saya
di white board. Tujuannya meminta feedback dan kritik untuk penyempurnaan. Pokoknya hari itu juga konsep marketing ''baru'' harus jadi.
di white board. Tujuannya meminta feedback dan kritik untuk penyempurnaan. Pokoknya hari itu juga konsep marketing ''baru'' harus jadi.
Ada tiga prinsip yang saya pegang dalam membuat konsep yang akhirnya saya namai
Marketing 2000 itu!
Pertama, harus simpel! Supaya mudah dimengerti orang, baik yang pernah kuliah
di fakultas ekonomi maupun tidak. Bahkan, orang-orang yang tidak kuliah pun
harus ''suka'' pada konsep tersebut.
Simplicity is Power! Saya percaya akan hal itu. Apalagi, saya memang
hanya punya S-1 dari FE Ubaya, praktis tidak pernah kuliah. Hanya bisa titip
absen dan belajar dari fotokopi catatan teman-teman yang masuk kelas! Mengapa?
Ya karena waktu itu saya masih sibuk mengajar di SMAK St. Louis.
Program S-2 jarak jauh dari Strathclyde (Inggris) belum rampung. Teori sudah
lulus semua. Tapi, tesisnya belum sempat ditulis. Selain itu, saya tidak mau
''keluar dari pakem'' gaya tulisan mingguan saya di Jawa Pos yang sudah
berjalan lebih dari lima tahun. Apa gunanya menulis suatu konsep dan model yang
kelihatan sophisticated, tapi sulit dimengerti orang. Apalagi, marketing
kan bagian dari social science yang harus berguna bagi banyak
orang karena mudah diaplikasikan.
Kedua, harus merupakan konsep ''umbrella''. Artinya, konsep itu nanti
harus bisa melingkupi semua konsep lain. Itu penting karena waktu itu orang
punya banyak ''misunderstanding'' tentang pemasaran. Marketing
sering disangka sama dengan selling, promotion, public relations,
advertising, discount, dan sebagainya! Selain itu, kan sudah banyak
studi dan riset tentang berbagai aspek marketing. Karena itu, semua buku
dan jurnal yang dibawa ke kantor pagi itu sangat penting sebagai referensi.
Textbook biasanya merupakan kompilasi dari semua konsep yang diedit oleh
penulis. Kelemahannya? Para praktisi yang tidak punya waktu membaca akan
kesulitan. Karena itu, konsep baru tersebut haruslah memberikan big picture
tentang marketing.
Ketiga, harus merupakan suatu upaya redefinisi. Diam-diam waktu itu saya tidak
puas pada pengertian marketing yang ada. Saya berpikir harus ada
redefinisi. Banyak pemikiran baru tentang marketing, tapi terpecah-pecah
di berbagai aspek. Karena itu, sebelum sampai pada menulis sebuah konsep baru,
saya membaca dan mendalami semua definisi, pengertian, dan makna marketing
dari awal. Sekalian, redefinisi ini harus merupakan pembaruan marketing
yang mungkin baru dipercaya orang pada 2000!
Terus terang, waktu itu saya tertarik kepada konsep Auto 2000, showroom mobil
milik Astra. CEO Auto 2000 waktu itu, Pak Imanto, yakin bahwa konsep ''customer
satisfaction'' di showroom-nya akan menjadi standar pada 2000.
Millenium baru!
Saya semakin yakin bahwa saya harus bisa melahirkan sebuah konsep marketing
yang akan menjadi standar pada 2000! Ketika itu, saya mengamati ada dua jalur
untuk diakui sebagai guru. Pertama, menulis buku teks yang digunakan di seluruh
dunia. Itu pasti tidak gampang. Semua sekolah bisnis dunia dikuasai Barat.
Persaingan antarbuku teks juga sangat ketat antara satu profesor dan yang lain.
Lagi pula, itu jatah para akademisi. Saya pada dasarnya adalah praktisi, bukan
akademisi. Kedua, masuk ke trade book, tapi harus punya jalur yang tidak
mainstream. Sebab, semua konsep basics sudah dikompilasi oleh textbook
writer.
Karena peluang ada di sini, saya memutuskan lewat jalur ini. Guru pertama yang
saya amati adalah Al Ries. Buku Positioning: The Battle of Your Mind-nya
benar-benar legendaris yang dia tulis bersama Jack Trout. Mereka berdua yang
pertama memopulerkan kata positioning bersama definisinya.
Saya juga mengamati Kehnichi Ohmae, orang Jepang yang mantan konsultan
McKinsey. Bukunya, Mind of the Strategy menjelaskan secara sederhana
tentang strategi perusahaan. Begitu juga dengan Leonard Berry yang bersama
Valarie Zeithaml dan Parasuraman menghasilkan konsep gemilang Service
Quality Excellence. Mereka bertiga meredefinisi servis yang sebelumnya
punya pengertian rancu.
Background mereka berbeda. Al Ries dan Jack Tout adalah eks praktisi
periklanan. Kehnichi Ohmae adalah mantan konsultan. Berry, Zeitaml, dan
Parasuraman adalah profesor. Tapi, ada karakter yang sama dari konsep-konsep
mereka. Simple, umbrella, dan redefinitive! Itulah yang membuat
saya berpikir ke situ. (el)
No comments:
Post a Comment