TAHUN ketiga MarkPlus Professional Service mulai ''mantap'' di
Surabaya. Selain itu, network di Jakarta sudah lumayan. Undangan pun
sudah banyak di Surabaya. Pemeo ''It is better to be a big fish in a big
pond'' jadi kenyataan di Surabaya.
Karena pasar masih kosong, MarkPlus dengan cepat menjadi market pioneer
sekaligus market leader praktis tanpa saingan. Tapi, masalahnya, pasar
masih kecil. Pak Harto pada 1993 masih sangat ''vertikal'' dan ''kuat''. Belum
banyak yang membutuhkan marketing karena perusahaan besar bukan karena
pemasaran. Tapi, itu lebih karena KKN!
Saya sadar bahwa marketing akan dibutuhkan kalau sudah ada persaingan.
Kalau mengandalkan perusahaan kecil menengah, harga menjadi terbatas. Waktu itu
pekerjaan utama saya sebagai speaker. Riset baru kecil-kecilan kalau ada
permintaan.
Konsultasi? Mana ada yang mau bayar. Paling hitungannya adalah seperti harga speaker
kalau sedang ikut
meeting suatu perusahaan untuk memberikan input. Setelah dua tahun plus, pekerjaan saya masih speaker plus! Ini banyak dikerjakan banyak one man show speaker hingga sekarang. Kartu nama mentereng, tapi pekerjaan ya speaker!
meeting suatu perusahaan untuk memberikan input. Setelah dua tahun plus, pekerjaan saya masih speaker plus! Ini banyak dikerjakan banyak one man show speaker hingga sekarang. Kartu nama mentereng, tapi pekerjaan ya speaker!
Tim yang ada hanya mendukung dan ''gagah-gagahan''. Yang membuat saya shock,
pada suatu hari saya berceramah di suatu seminar publik. Tahu-tahu ada seorang
peserta yang mengajukan pertanyaan. ''Pak, kenapa Anda hanya bisa mengatakan
konsep dari si A atau si B. Yang dari Anda sendiri mana?''
Waktu itu saya benar benar kayak ditonjok! Bayangkan, sesudah dua tahun mulai
''merajai'' Surabaya, ada orang yang berani mengatakan itu. Saking kagetnya,
saya diam sejenak.
Tapi, kemudian saya menjawab dengan spontan. ''Anda benar, Mas. Saya hanya bisa
menjadi guru yang sering hanya 'menang' semalam.'' Maksudnya, saya hanya rajin
membaca buku terbaru untuk diceritakan kembali keesokannya! Adu cepat dengan speaker
lain, bahkan dengan peserta seminar.
Setelah hati saya senag, saya menambahkan lagi jawaban dengan tulus. ''Terima
kasih atas pertanyaan Mas. Saya berjanji akan membuat konsep saya sendiri. Dan,
saya juga akan berusaha supaya konsep saya itu akan diakui dunia!''
Pernyataan saya itu spontan belaka, tidak dirancang sebelumnya. Tapi,
pernyataan tersebut benar-benar memacu saya untuk membuat konsep sendiri. Saya
benar-benar malu ketika saya ditanya seperti itu. Sejak hari itu, saya
membulatkan tekad untuk menjadi ''Guru Marketing Kelas Dunia''. Tapi, tentu
saja, saya tidak berani gembar-gembor dulu.
Apa yang saya lakukan? Saya telusuri semua hasil karya para guru manajemen
dunia, seperti Peter Drucker, Michael Porter, Tom Peters, dan Kehnichi Ohmae.
Saya bukan sekadar membaca dan menghafal, tapi berusaha keras mencari ''benang
merah''-nya. Saya berusaha mengerti rahasia para tokoh itu menjadi guru dunia!
Saya habiskan semua buku-buku ''wajib'' manajemen, strategi, dan pemasaran.
Setelah itu, saya mencoba menghubung-hubungkan satu dengan yang lain.
Bayangkan, zaman itu belum ada Google untuk mencari materi. Komputer pun
belum umum. Jadi, alat saya hanya kertas dan pensil.
Buku-buku yang saya baca pun penuh dengan coretan ball-point. Tanpa
corat-coret, rasanya saya tidak bisa punya ''tekanan'' pada hal-hal tertentu
yang menarik. Akhirnya, setelah enam bulan kerja keras, saya seolah melihat ''lampu
pijar'' di otak saya! Saya tidak ''kuat'' lagi menahannya untuk tidak segera
diekspresikan dalam bentuk konsep!
Saya serasa pelukis yang sesudah mendapat ide tidak bisa menahan diri dan
mencari kanvas untuk dilukis! Besok akan saya ceritakan apa yang kemudian saya
lakukan dalam ''melahirkan'' Konsep Marketing saya sendiri ! Tapi, apa
pelajaran hari ini yang paling penting? Jangan takut berjanji, asal masih
realistis !
Ingat Pak Ciputra? ''Janji adalah utang dan utang harus dibayar!'' Supaya mudah
diingat, inilah tipnya: Talk the Walk, Before you Walk the Talk! (*)
No comments:
Post a Comment